Film Minggu Ini: 21 Agustus 2020

Terkadang memilih film minggu ini dapat memakan waktu yang lama bahkan sampai keinginan untuk menonton pun dapat pula menghilang. Setiap akhir pekan, tim editorial Jakarta Cinema Club memberikan rekomendasi beberapa judul yang dapat ditonton lewat beberapa platform. Jika daftar film ini belum sempat kamu kunjungi sebelumnya, sekarang waktu yang tepat untuk mulai mengurangi watchlist. Menonton ulang film-film hebat ini dan membahasnya kembali bersama teman atau keluarga juga pastinya tidak kalah menyegarkan. Semoga artikel ini dapat membantu mempersingkat proses tersebut. Selamat berakhir pekan!

Putra: Where is the Friend’s Home (Abbas Kiarostami, 1987)

Dibuka dengan premis sangat sederhana akan loyalitas dan kenaifan, trilogi dengan latar area Koker di Iran ini menghancurkan tatanan konsep cinematic universe. Where Is the Friend’s Home? (1987) mengingatkan kita untuk tidak menyepelekan hal sesederhana mengembalikan barang yang bukan milik kita. Ketika teknologi belum mumpuni seperti sekarang, seorang siswa SD melakukan perjalanan panjang demi mengantar buku catatan teman sekelasnya yang tak sengaja terbawa olehnya. Apa yang mendasari semangat ini? Ketakutan terhadap otoritas (guru)? Loyalitas?

Babek Ahmed Poor di film Where Is the Friend’s House? (foto: Janus Films)

Dalam tiap dialog dan monolog di film ini, kita diajak untuk bertanya kepada diri kita sendiri. Hirarki lahir sejak lama dan harusnya sudah berevolusi seiring perkembangan jaman. Apakah orang tua atau guru boleh dikritisi? Film ini berlanjut dengan dua film yang menjadi metanarasi meskipun Abbas Kiarostami sendiri lebih memilih Taste of Cherry (1997) sebagai pendamping yang lebih cocok untuk dua film tersebut. Film minggu ini pilihan Putra dapat diakses lewat Criterion Channel.

Rekomendasi lainnya: And Life Goes On (Abbas Kiarostami, 1992) dan Through the Olive Trees (Abbas Kiarostami, 1994)


Faiz: Strangers From Hell (Lee Chang-hee, 2019)

Apakah kekejaman merupakan suatu sifat dasar manusia? Di era dimana semua hal tercatat dan terdokumentasi oleh digitalisasi database, banyak diantara kita yang hidup dengan prinsip “mencari aman”. Hindari tindakan mengambil risiko, hindari konflik, karena setiap kesalahan yang kita perbuat akan menjadi catatan atau “cacat” di mata orang-orang, yang pada akhirnya tidak akan hilang setelah memasuki dunia Internet. Namun apakah situasi tersebut hanya menyembunyikan the true human nature? Which is to kill and revel in violence, dan mungkin manusia cenderung takut untuk menunjukkan sifat alami tersebut.

Drama thriller Korea Strangers from Hell (foto: Woo Sang Film / Netflix)

Prinsip inilah yang menjadi fondasi Strangers From Hell, sebuah psycho-drama di tahun 2019 adaptasi dari Webtoon berjudul sama. Strangers From Hell bercerita tentang karakter Jong U (Im Si Wan). Seorang milenial perantau yang tiba di Seoul setelah mendapat tawaran pekerjaan. Masalah finansial menempatkan dia di Goshiwon Eden, sebuah tempat kost yang mencurigakan dengan penghuni yang lebih mencurigakan. Situasi di kost tersebut, serta stress atas perlakuan oleh rekan kerjanya di kantor, menciptakan situasi dimana Jong U harus berhadapan dengan perasaan dan prinsipnya sendiri. Siapa diri dia? Apa dia merupakan orang jahat karena sekelilingnya? Or has he always been this way?

It’s a descent into madness. It’s The Killing Joke stretched into a series, and it’s wonderful.

Film minggu ini pilihan Faiz dapat diakses via Netflix.
Rekomendasi lainnya : Batman The Killing Joke (2016), The House That Jack Built (2018), Chaser (2008)


Ed: The Virgin Suicides (Sofia Coppolla, 1999)

Setiap manusia pasti pernah ada di posisi terendah dalam hidupnya dan tidak jarang terbesit pikiran ingin mengakhiri nyawa sendiri. Namun untuk benar-benar menutup kisah hidup sebagai seorang manusia, diperlukan jiwa yang benar-benar remuk juga redam. Film ini menceritakan tentang kisah kehidupan dari sebuah keluarga yang hidup di lingkungan pinggiran kota Michigan. Keluarga bahagia ini bernama Lisbon Family dan mempunyai lima orang putri yang bernama Therese, Mary, Bonnie, Lux, dan Cecilia.

Film The Virgin Suicides, adaptasi dari novel karya Jeffrey Eugenides (foto: Paramount Classics
/ American Zoetrope)

Cecilia adalah putri termuda dari keluarga Lisbon. Meski berusia muda, bisa dikatakan dia ini kecil-kecil cabe rawit yang cerdas, sensitif, dan punya cara pandang paling dalam di antara kelima saudara kandungnya. Hingga suatu ketika Cecilia nekat mengakhiri nyawanya sendiri dari sinilah orang tua dari keluarga Lisbon menjadi keluarga yang sangat tertutup. Kematian gadis berusia 13 tahun tadi menjadi pusat perhatian seluruh masyarakat, sehingga kampanye mencegah tindakan bunuh diri menjadi topik yang hangat bagi kalangan remaja. Keempat putri keluarga Lisbon Pun ikut terkena dampak seperti terkucilkan dan menjadi bahan omongan teman-teman sebayanya.

Bagi saya pribadi The Virgin Suicides adalah sebuah misteri, sama seperti kaum Hawa yang selalu penuh akan misteri. Level kemisteriusan tadi makin pekat karena adanya sosok Sofia Coppola sebagai sutradara. Seorang laki-laki naif seperti saya tentu tidak bisa benar-benar 100 persen mengerti apa yang ingin disampaikan oleh film ini. Karena sejatinya kehidupan seorang perempuan adalah samudra rahasia yang sangat luas, maka tidak ada satupun laki-laki di dunia ini yang tahu seberapa luasnya makna dari kematian seorang perempuan.

Film minggu ini pilihan Ed dapat diakses lewat Tubi tv.


Baca juga: Album Minggu Ini Vol. 17: Rumah