Diego Maradona: Kisah Cinta Napoli

Dalam artikel ini, Faiz menulis refleksi tentang Diego Maradona, dan suka duka karirnya dengan sebuah klub di Italia bernama SSC Napoli. Cerita ini menjadi basis dari film dokumenter berjudul Diego Maradona karya Asif Kapadia.

Mantan pelatih pribadi Maradona, Fernando Signorini, pernah berkata, ”Dengan Diego, saya akan loyal mengikutinya hingga ke ujung dunia, tetapi dengan Maradona, saya tidak akan mengambil satu langkah pun.”

Diego Maradona. Dikotomi kehidupan dan karakter sang legenda ini sangat integral di dalam film dokumenter brilian karya Asif Kapadia ini, terutama kaitannya dengan kisah cinta sang legenda dengan Napoli, sebuah kota miskin di Italia dengan tim sepakbola yang lebih miskin gelar, SSC Napoli.

Diego Maradona : Maradona and Napoli Love Story
Diego Maradona, seorang figur sensasional penyelamat Napoli yang menjadi magnet bagi para media (foto : Alfredo Capozzi/HBO)

Jadi bisa dibayangkan perasaan kota tersebut saat memasuki musim panas tahun 1984. SSC Napoli, tim yang hanya mempunyai dua gelar Coppa Italia sepanjang sejarah klub saat itu, seperti kedatangan durian runtuh ketika mendapat kabar bahwa Diego Maradona, salah satu pemain terbaik di dunia waktu itu, datang ke kota Napoli. “Pemain termahal di dunia datang ke kota termiskin di Italia”. Semua orang berbicara, bahkan tidak sedikit yang meragukan kemampuan Diego. Terlebih karena karirnya di Barcelona 1 tahun sebelumnya yang tidak berjalan manis. Diego adalah seorang pemain yang diakui, namun dia belum membuktikannya dengan gelar di panggung terbesar. Namun dengan Napoli? No way.

Di satu sisi, kedatangan Maradona ke Napoli terasa seperti upacara pembaptisan, bagi Maradona dan Napoli. Maradona ingin meremajakan karirnya dan membuktikan bahwa ia yang terbaik, dan Napoli ingin menunjukkan bahwa mereka bukan tim kacangan Italia yang terdahulu.

Tujuh tahun lamanya, kisah cinta Maradona dan Napoli berlangsung. 1984-1991. Suka dan duka dilalui keduanya. Maradona adalah seorang warga negara Argentina. Ia telah memenangi Piala Dunia untuk negaranya di 1986, namun keberhasilan Napoli merajai Liga Italia, kompetisi terbesar di Italia, di 1987, diakui sebagai momen terbaik dalam hidupnya. “Napoli adalah rumah saya”. “Saya menang untuk Argentina di Piala Dunia, namun tidak di negara saya. Kali ini saya memenangkan gelar di tempat yang saya panggil rumah.”

Diego Maradona membawa Napoli ke era kejayaan dengan 2 gelar Serie A, 1 Coppa Italia, 1 UEFA Cup, dan 1 Super Coppa Italiana. (Foto : Sky Sports)

Kota Napoli bersorak. Kota yang dianggap rendah oleh kota-kota yang lebih maju seperti Turin dan Milan, melangkahi keduanya sebagai kota milik sang Juara Italia. Arti kemenangan ini tidak hanya bersifat profesional, namun juga kultural. Maradona telah mengangkat derajat kota Napoli.

Namun kemenangan ini seperti pisau bermata dua. Maradona sudah terbiasa dengan perhatian dan tekanan dari media, namun kali ini ia menjadi target utama. Haus akan sensasi dan perhatian, hampir semua aspek kehidupan sang maestro diliput, Maradona’s privacy be damned.

Wanita, Mafia, dan Narkoba pun juga datang. Kedekatan sang legenda dengan keluarga mafia bernama Camorra, mungkin adalah biang kerok utama. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Seorang superstar seperti dirinya tidak akan bisa menghindar dari hal seperti itu, dan rekan-rekan di sekelilingnya juga tidak bisa melindungi dirinya. Bagi mereka, Maradona hanya berguna sebagai seorang pesepakbola. Beyond that, they don’t need him

Diego dan Maradona. Maradona adalah seorang superstar. Telah memenangkan Piala Dunia, Liga Italia, dan gelar eropa untuk Napoli. Seorang legenda sepakbola yang juga mencintai kesenangan fana dunia, baik dan buruk. Semua orang tahu figur ini.

Namun Diego-lah karakter sang juara yang sesungguhnya. Seseorang yang lahir di bagian kumuh di Buenos Aires, dan berhenti bekerja saat berumur 15 tahun untuk membantu keluarga dan kakak-kakaknya. Seorang figur yang mencintai Napoli selayaknya rumah sendiri. Seseorang yang mencintai keluarganya setulusnya dan tidak mau merepotkan mereka. Bagian ini mungkin tidak banyak yang tahu, namun ia juga bagian dari seorang Diego Maradona.

Asif Kapadia, salah satu sutradara Inggris terbaik saat ini yang juga merupakan sosok penting dibalik dokumenter Diego Maradona (2019). Foto: Soccerbible

Asif Kapadia, sutradara film dokumenter sukses lain seperti Senna dan Amy, berhasil menggambarkan dikotomi karakter ini dengan baik. Pacing film ini yang sangat brilian di satu sisi juga terasa sangat pedih, karena Asif bersikeras hanya menunjukkan kenaikan dan kejayaan Maradona di Napoli dan Argentina di paruh pertama film, sehingga saat kejatuhan dan berakhirnya cerita cinta sang legenda dengan Napoli muncul di paruh kedua, kejatuhan tersebut terasa sangat sakit. Tapi saya rasa emosi tersebutlah yang ia ingin sampaikan, sehingga audiens dapat sedikit merasakan apa yang Maradona rasakan pada saat itu, and it works.

Sang legenda baru menghembuskan nafas terakhirnya tanggal 25 November 2020 kemarin. Seantero dunia sepakbola berkabung. “Tidak ada yang abadi”, banyak yang berkata. Namun warisan kejayaan dan kehebatan sang juara akan selalu dikenang. Kebahagiaan yang ia berikan kepada Napoli akan selalu tidak akan pernah lekang oleh zaman. Adios Maradona. Football will never be the same again without you.

Diego Maradona dapat kamu tonton dengan akses berbayar di Mola TV Movies.


Faiz Aziz, Jakarta Cinema Club

Baca juga: Harakiri : A Tale of Moral Conundrum and Ethical Hypocrisy