Lewat Djam Malam Kembali Mendunia

Film Lewat Djam Malam (judul bahasa Inggris: After the Curfew) karya Usmar Ismail yang pertama kali diputar di Indonesia pada tahun 1954 secara resmi akan didistribusikan dengan lebih luas lagi tahun ini. Kabar yang baik untuk sejarah perfilman Indonesia. Film ini, bersama dengan Lucía (Humberto Solás, 1968), masuk dalam rilisan fisik Criterion Collection yang berjudul Martin Scorsese’s World Cinema Project No. 3.

World Cinema Project (WCP) adalah proyek yang diinisiasi oleh sutradara legendaris Martin Scorsese. Proyek ini bertujuan untuk melestarikan dan mengembalikan film yang terabaikan dari seluruh dunia. Sebanyak 40 film sudah berhasil dikerjakan proses restorasinya sehingga dapat dinikmati oleh pecinta sinema di seluruh dunia yang selama ini sering mendengar judul-judulnya di literatur atau jurnal namun belum kesampaian untuk mengakses. Film-film tersebut berasal dari Afrika, Asia, Eropa Timur, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Timur Tengah. WCP juga mendukung program pendidikan, termasuk Sekolah Film Restorasi; lokakarya intensif, berorientasi pada hasil yang memungkinkan siswa dan profesional di seluruh dunia untuk belajar seni dan ilmu restorasi dan pelestarian film.

Lewat Djam Malam Kembali Mendunia
Martin Scorsese’s World Cinema Project No. 3 (foto: Criterion)

Criterion Collection, selaku perusahaan distribusi yang berfokus pada perizinan sinema klasik dan kontemporer dengan kurasi eksklusif, sebelumnya telah merilis dua boxset edisi Martin Scorsese’s World Cinema Project. Rilisan pertama berisikan enam film dari enam negara yang berbeda: Touki bouki (Senegal, 1973), Redes (Meksiko, 1936), A River Called Titas (India/Bangladesh, 1973), Dry Summer (Turki, 1964), Trances (Maroko, 1981) dan The Housemaid (Korea Selatan, 1960). Sedangkan boxset kedua, Martin Scorsese’s World Cinema Project No. 2, menyajikan enam film yang tidak kalah menariknya: Insiang (Filipina, 1976), Mysterious Object at Noon (Thailand, 2000), Revenge (Soviet Kazakhstan, 1989), Limite (Brazil, 1931), Law of the Border (Turki, 1966) dan Taipei Story (Taiwan, 1985).

Lewat Djam Malam Kembali Mendunia
Iskandar (kanan, diperankan oleh A.N. Alcaff), mengalami krisis eksistensialisme dalam kehidupan pasca militer di film Lewat Djam Malam (Foto: Criterion)

Lewat Djam Malam menyorot kehidupan seorang veteran perang pasca kemerdekaan RI yang sedang mengalami krisis eksistensialisme. Ia mengunjungi beberapa rekan seperjuangan juga atasannya yang sekarang sudah memiliki kehidupan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Pertanyaan akan moral dan rasa bingung akan transisi keadaan sosial politik di tanah air menjadi topik utama film pemenang film terbaik dalam Festival Film Indonesia tahun 1955 ini.

Ketika pertama kali menonton, sulit untuk tidak membandingkan karya Usmar Ismail ini dengan beberapa film Akira Kurosawa yang muncul di era yang sama dan juga tulisan Albert Camus bahkan Jalan Tak Ada Ujung, sebuah novel karya Mochtar Lubis. Kami beruntung sempat menonton versi restorasi film ini beberapa tahun silam di bioskop alternatif Kineforum. Film ini juga pernah diputar di Cannes dan Festival Film London pada tahun 2012. Dengan munculnya rilisan World Cinema Project, sudah saatnya penikmat film di seluruh dunia menyaksikan salah satu film Indonesia terbaik sepanjang masa ini.

Baca juga:

Taipei Story (1985): Keindahan dalam Ketidakpuasan, Ketakutan dalam Ketidakpastian


Jakarta Cinema Club

One thought on “Lewat Djam Malam Kembali Mendunia

Komentar ditutup.